Angin-angin itu bertiup kencang menghantamku
Hujan yang tiba-tiba datang dengan rintik-rintik
Beralih menjadi badai, badai lautan karam
Kugenggam kayu reot itu
Kupejamkan mata ini
Mencari ketenangan dalam hempasan badai yang mengamuk itu
Mengguyurku, menerjangku, melemahkan keberaniankku
Terdiam dan membisu
Tak ada pekikan lagi yang bisa kuteriakkan
Tak ada yang bisa mendengar suara serakku
Suara ketakutan itu
Pasrah, pasrah dan kubiarkan jantung ini tetap berdetak
Kubungkam erat segala yang bisa kulakukan
Tak ada harapan untukku
Untuk tiba di pantai pinggiran di sana
Jauh-jauh dari jangkauan mata kumemandang suatu kampung kedamaian
Teraduk-aduk aku oleh angin kencang dan tarian emosi lautan
Yang pada akhirnya
Yang hanya bisa kulakukan hanya bersiap-siap menuju mautku
Maut yang tak pernah aku tahu
Kupejamkan mata ini
Kuberadu pada sang pelindung
Beralun dengan doa-doa keselamatan
Namun tiada guna ketika kusadari keadaan itu
Keadaan yang mengerikkan yang tak berani kusaksikan kenyataannya
Kutarik nafasku kuat dan dalam-dalam
Aku terguling dari tempat aku bertahan
Mungkin saat ini kapal ini tenggelam dalam badai tengah lautan pasifik
Sesak dan perih paru-paruku
Menahan nafas yang seharusnya dari tadi ku lakukan
Sedetik dua detik tiga detik
Terhirup udara segar nan damai dan tentram
Datang sesosok berjuba yang tampan dan tersenyum padaku
Menarik sesuatu dalam ragaku dengan sentuhan lembutnya
Namun serasa, ia mengernyitkan padaku luka yang amat tajam
Memaksaku untuk melepaskan semua yang melekat dalam ragaku
Rasanya sangat sakit dan sangat-sangatlah sakit
Namun sekali lagi
Kuingin teriakkan dan buang rasa sakit itu
Namun tetap saja terbungkan segalanya
Sedetik dua detik lagi
Kubuka perlahan-lahan mataku
Tak kurasa kuberda di alam yang baru
Alam yang amat jauh dan tak pernah ku tahu
Yang begitu sunyi damai tanpa seorang atau suatu benda apapun
Ketika sejenak kuberpikir dalam diamku
Aku meneteskan air mataku dan berada pada kesadaran itu
Dan tersebutlah
Jika inilah kematian itu
Oleh Aulia Puspita
Hujan yang tiba-tiba datang dengan rintik-rintik
Beralih menjadi badai, badai lautan karam
Kugenggam kayu reot itu
Kupejamkan mata ini
Mencari ketenangan dalam hempasan badai yang mengamuk itu
Mengguyurku, menerjangku, melemahkan keberaniankku
Terdiam dan membisu
Tak ada pekikan lagi yang bisa kuteriakkan
Tak ada yang bisa mendengar suara serakku
Suara ketakutan itu
Pasrah, pasrah dan kubiarkan jantung ini tetap berdetak
Kubungkam erat segala yang bisa kulakukan
Tak ada harapan untukku
Untuk tiba di pantai pinggiran di sana
Jauh-jauh dari jangkauan mata kumemandang suatu kampung kedamaian
Teraduk-aduk aku oleh angin kencang dan tarian emosi lautan
Yang pada akhirnya
Yang hanya bisa kulakukan hanya bersiap-siap menuju mautku
Maut yang tak pernah aku tahu
Kupejamkan mata ini
Kuberadu pada sang pelindung
Beralun dengan doa-doa keselamatan
Namun tiada guna ketika kusadari keadaan itu
Keadaan yang mengerikkan yang tak berani kusaksikan kenyataannya
Kutarik nafasku kuat dan dalam-dalam
Aku terguling dari tempat aku bertahan
Mungkin saat ini kapal ini tenggelam dalam badai tengah lautan pasifik
Sesak dan perih paru-paruku
Menahan nafas yang seharusnya dari tadi ku lakukan
Sedetik dua detik tiga detik
Terhirup udara segar nan damai dan tentram
Datang sesosok berjuba yang tampan dan tersenyum padaku
Menarik sesuatu dalam ragaku dengan sentuhan lembutnya
Namun serasa, ia mengernyitkan padaku luka yang amat tajam
Memaksaku untuk melepaskan semua yang melekat dalam ragaku
Rasanya sangat sakit dan sangat-sangatlah sakit
Namun sekali lagi
Kuingin teriakkan dan buang rasa sakit itu
Namun tetap saja terbungkan segalanya
Sedetik dua detik lagi
Kubuka perlahan-lahan mataku
Tak kurasa kuberda di alam yang baru
Alam yang amat jauh dan tak pernah ku tahu
Yang begitu sunyi damai tanpa seorang atau suatu benda apapun
Ketika sejenak kuberpikir dalam diamku
Aku meneteskan air mataku dan berada pada kesadaran itu
Dan tersebutlah
Jika inilah kematian itu
Oleh Aulia Puspita